PENGGOLONGAN DAN LAMBANG OBAT

PENGGOLONGAN OBAT 




 

1. PENGGOLONGAN OBAT
Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes Rl Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat ini terdiri dari: 
obat bebas, 
obat bebas terbatas,
obat wajib apotek,
obat keras,
psikotropika dan
narkotika.
 

OBAT BEBAS
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes R.I.
Contoh : Minyak Kayu Putih, Obat Batuk Hitam, Obat Batuk
Putih, Tablet Paracetamol, Tablet Vitamin C,
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K. Menkes Rl Nomor 2380/A/SKA/I/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :
 


OBAT BEBAS TERBATAS
Daftar "W“ "Waarschuwing" artinya peringatan.
Obat bebas terbatas adalah Obat : Keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli
dari pabriknya atau pembuatnya
b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan yang tercetak sesuai coth Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran
panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan
berwarna putih
 

OBAT BEBAS TERBATAS
P No. 1 : Awas ! Obat Keras
Bacalah aturan memakainya
P No. 2 : Awas ! Obat Keras
Hanya untuk kumur jangan
ditelan
P No. 3 : Awas ! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar
dari badan
P No. 4 : Awas ! Obat Keras
Hanya untuk dibakar
P No. 5 : Awas ! Obat Keras
Tidak boleh ditelan
P No. 6 : Awas ! Obat Keras
Obat wasir, jangan ditelan
 

OBAT BEBAS TERBATAS
Penandaan : Keputusan Menteri Kesehatan Rl No. 2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam




LAMBANG GOLONGAN OBAT









 
OBAT GENERIK
Obat generik  obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
Contoh parasetamol generik berarti obat yang dibuat dengan kandungan zat aktif parasetamol, dipasarkan dengan nama parasetamol, bukan nama merek seperti Panadol (Glaxo), Pamol (Interbat), Sanmol (Sanbe)
Produsen obat dalam negeri lebih banyak mengeluarkan obat me-too, alias versi generik dari obat yang telah habis masa patennya yang lalu diberi merek dagang.
Kalangan perusahaan farmasi di Indonesia yang lokal
— cenderung memposisikan produk semacam ini sebagai “obat paten” (mungkin karena mereknya didaftarkan di kantor paten), walau sebenarnya
lebih tepat disebut sebagai “branded generic”, alias obat generik bermerek
 
OBAT GENERIK
Obat generik ditargetkan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas khususnya dalam hal daya beli obat.

Oleh karena pemasaran obat generik tidak memerlukan biaya promosi (iklan, seminar, perlombaan, dll) maka harga dapat ditekan sehingga produsen (pabrik obat) tetap mendapat keuntungan, begitu pula konsumen mampu membeli dengan harga terjangkau.
 
OBAT GENERIK
Pada awal kebijakan ini diluncurkan (awal tahun 1990-an), pemerintah mencanangkan penggunaan obat generik (OG), artinya pabrik pembuat obat tidak boleh mencantumkan logo pabrik, namun tetap mencantumkan nama pabriknya.
Seiring berjalannya waktu, desakan datang dari produsen obat menginginkan adanya logo pada obat buatannya. Maka muncullah Obat Generik Berlogo (OGB).
Pemerintah merasa perlu meluluskan permintaan iSndustri ini asal harga OGB tetap dikontrol oleh pemerintah (khususnya Depkes).
Oleh karena itu, sekarang dapat kita jumpai parasetamol produk generik dengan logo yang berbeda-beda, contoh: Kimia Farma, Indo Farma, Dexa Medica, Hexpharm, dll.
 
OBAT GENERIK
Obat generik dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerk (branded generic) :

Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat

Obat generik bermerk yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat yang diberi merk dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.
 
OBAT PATEN
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun.
Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.
Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (generik= nama zat berkhasiatnya).
 
OBAT PATEN
Obat paten adalah obat dengan nama dagang dan menggunakan nama yang merupakan milik produsen obat yang bersangkutan.
Misal: Lipitor (Pfizer), produk innovator/originator yaitu merek dagang untuk Atorvastatin.
Suatu obat disebut obat paten bila hanya diproduksi oleh pabrik yang menemukan obat atau yang diberi izin oleh penemunya.
Pabrik penemu diberi hak paten 15 sampai 20 tahun untuk memonopoli produksi. Bila hak paten habis, pabrik lain boleh memproduksi obat tersebut.
Bila obat tersebut dijual dengan nama kimia zat berkhasiatnya, kita menyebutnya sebagai obat generik.
 
OBAT PATEN
Dibawah dilampirkan Daftar Obat yang habis hak patennya tahun 2007 - 2009 yang dikutip dari Express Scripts and Generic Pharmaceutical Association
Lotrel (Amlodipine and benazepril) - Novartis Jan. 31, 2007
Norvasc (Amlodipine) - Pfizer Jan. 31, 2007
Actiq (Fentanyl transmucosal) - Cephalon Feb. 5, 2007
Aceon (Perindopril) -  Solvay  Feb. 21, 2007
Alocril (Nedocromil) - Allergan  April 2, 2007
Imitrex (Sumatriptan) - GlaxoSmithKline June 28, 2007
Geodon (Ziprasidone) - Pfizer Sept. 2, 2007
Coreg (Carvedilol) - Glaxo Sept. 5, 2007
Meridia (Sibutramine ) - Abbott Dec. 11, 2007
Mavik (Trandolapril) - Abbott Dec. 12, 2007
Tequin (Gatifloxacin) - Glaxo Dec. 25, 2007
Zyrtec (Cetirizine) - Pfizer Dec. 25, 2007
Clarinex (Desloratadine) - Schering-Plough 2007
Fosamax (Alendronate) - Merck Feb. 6, 2008
Camptosar (Irinotecan) - Pfizer Feb. 20, 2008
Effexor/XR (Venlafaxine) - Wyeth June 13, 2008
Zymar (Gatifloxacin) - Allergan June 25, 2008
Dovonex (Calcipotriene) - Bristol-M. Sq. June 29, 2008
Kytril (Granisetron) - Roche June 29, 2008
 
OBAT PATEN
Risperdal (Risperidone) - Janssen June 29, 2008
Depakote (Divalproex sodium) - Abbott July 29, 2008
Advair (Fluticasone and salmeterol) - Glaxo Aug. 12, 2008
Serevent (Salmeterol) - Glaxo Aug. 12, 2008
Casodex (Bicalutamide) - Bristol-M Squibb Oct. 1, 2008
Trusopt (Dorzolamide) - Merck Oct. 28, 2008
Zerit (Stavudine) - Bristol-M Squibb Dec. 24, 2008
Lamictal (Lamotrigine) - Glaxo Jan. 22, 2009
Vexol (Rimexolone) - Alcon Labs Jan. 22, 2009
Avandia (Rosiglitazone) - Glaxo Feb. 28, 2009
Topamax (Topiramate) - Johnson & J 26, 2009
Glyset (Miglitol) - Pfizer July 27, 2009
Xenical (Orlistat) - Roche Dec. 18, 2009
Valtrex (Valacyclovir ) - Glaxo Dec. 23, 2009
Avelox (Moxifloxacin) - Bayer Dec. 30, 2009
 

OBAT KERAS
Obat daftar G menurut bahasa Belanda "G" singkatan dari "Gevaarlijk" artinya berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.
Penandaan : Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 02396/A/SKA/III/1986 adalah "Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi“



Contoh : Antibiotik, Antihistaminik
 
Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter.

Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :
Pertimbangan yang utama: obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam rnenolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat.
Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
 
Obat Wajib Apotek (OWA)
Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada
persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
 
Obat Wajib Apotek (OWA)
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
 

Obat Wajib Apotek (OWA)
Contoh obat wajib apotek No. 1 (artinya yang pertama kali ditetapkan)
Obat kontrasepsi : Linestrenol (1 siklus)
Obat saluran cerna : Antasid dan Sedativ/Spasmodik (20 tablet)
Obat mulut dan tenggorokan : Salbutamol (20 tablet)

Contoh obat wajib apotek No. 2
Bacitracin Cream (1 tube)
Clindamicin Cream (1 tube)
Flumetason Cream (1 tube), dll

Obat Wajib Apotek No.3 :
Ranitidin
Asam fusidat
Alupurinol, dll
 


 

Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep Dokter (Permenkes No:919 Tahun 1993)

Kriteria :
Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah umur 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia.
Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
 

Obat Golongan Narkotika
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan I, II dan III.
 
Golongan I, II dan III untuk Golongan Obat Narkotika

Golongan I
 tidak digunakan dalam terapi, tapi hanya untuk ilmu pengetahuan. Potensi ketergantungan sangat tinggi.
contoh: tanaman Papaver somniferum (opium), koka dan ganja,
heroin
Golongan II
 dapat digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi ketergantungan sangat tinggi.
contoh: metadon, morfin, opium, petidin
Golongan III
 banyak digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan.
Potensi ketergantungan ringan
contoh: kodein
 

 

Contoh :
 
Narkotika
 
Tanaman Papaver Somniferum; Tanaman Koka; Tanaman Ganja; Heroina ("Putaw"); Morfina; Opium; Kodeina
Penandaan :
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu "Palang Medali Merah“
Tanda:

 

Obat Psikotropika
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
 



Golongan I
 
Golongan I,II,III dan IV untuk Golongan Obat Psikotropika
 
 tidak digunakan dalam terapi, tapi hanya untuk ilmu pengetahuan. Potensi sidrom ketergantungan amat kuat. contoh: LSD, MDMA (Metilen dioksi metamfetamin) Ectasy
Golongan II
 dapat digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi sidrom ketergantungan kuat. Contoh: Amfetamin, Metamfetamin (Shabu-shabu)
Golongan III
 banyak digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan.
Potensi sidrom ketergantungan sedang. Contoh: Pentobarbital
Golongan IV
 sangat luas digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi sidrom ketergantungan ringan. Contoh: Fenobarbital, Diazepam
 

Psikotropika
Penandaan :
Lingkaran bulat berwarna merah dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam






Komentar